urbanstory.id – Fenomena kidulting kini tengah melanda banyak kalangan, terutama generasi Z dan milenial yang berusia di atas 20 tahun. Mereka mencari kembali kenangan masa kecil melalui pembelian mainan, seperti boneka edisi terbatas.
Istilah kidulting merupakan gabungan dari ‘kid’ dan ‘adulting’, yang menggambarkan orang dewasa yang kembali menikmati hal-hal yang dulu mereka sukai. Meskipun terdengar baru, konsep ini sudah ada sejak tahun 1980-an.
Sejarah Istilah Kidult
Istilah kidult dikenalkan pada tahun 1985 dan awalnya digunakan untuk mendeskripsikan anak-anak yang memiliki perilaku dewasa atau orang dewasa yang bertindak kekanak-kanakan. Seiring waktu, makna kidulting telah berkembang menjadi sebuah bentuk nostalgia di mana orang dewasa menghargai kembali kenangan masa kecil.
Kini, semakin banyak individu dari kalangan dewasa yang mencari barang-barang nostalgia dan kembali membeli mainan. Beberapa merek besar, seperti LEGO dan Mattel, pun lebih banyak menghadirkan produk yang mengingatkan konsumen akan masa lalu mereka.
Pertumbuhan Pasar Mainan Dewasa
Menurut data dari Circana, kelompok usia di atas 18 tahun semakin berperan dalam pasar mainan. Dalam dua tahun terakhir, penjualan mainan untuk dewasa meningkat hingga 5,5 persen, melampaui pertumbuhan penjualan untuk remaja yang hanya tumbuh 3,3 persen.
Sementara itu, penjualan mainan untuk anak-anak menunjukkan penurunan yang cukup besar. Banyak orang dewasa yang mulai mengoleksi mainan semasa kecil, sehingga permintaan untuk mainan nostalgia semakin tinggi.
Dampak Pandemi Terhadap Budaya Kidult
Pandemi COVID-19 telah menjadi titik balik yang signifikan bagi tren kidulting. Selama masa penguncian, banyak orang dewasa kembali menemukan hobi masa kecil mereka, seperti bermain board games dan video games.
Perubahan ini membuat budaya kidult semakin berkembang dan terlihat sebagai pilihan gaya hidup yang tak sekadar tren, namun menjadi bagian tak terpisahkan dari cara orang dewasa mendamaikan diri dengan masa lalu mereka.