urbanstory.id – Kasus sifilis di kalangan remaja Indonesia yang berusia 15 hingga 19 tahun mengalami lonjakan yang mencolok dengan total 2.191 kasus pada tahun 2024. Data ini diungkapkan oleh Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan, Ina Agustina, dalam jumpa pers pada Jumat (20/6).
Infeksi menular seksual ini, yang disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum, menunjukkan prevalensi tertinggi di Jakarta, Jawa Barat, dan Bali, memanggil perhatian serius terhadap pentingnya edukasi kesehatan masyarakat dalam mencegah penyebaran lebih lanjut.
Angka Kasus Sifilis yang Meningkat
Penyakit sifilis umumnya dikenali melalui bercak merah gatal yang muncul di area genital dan mulut. “Dari jumlah, usia produktif lebih banyak. Untuk data 2022, 2023, 2024, ini ada tren kenaikan untuk usia-usia lebih muda,” ujar Ina Agustina.
Dari total 4.589 kasus infeksi menular seksual pada remaja 15-19 tahun di tahun 2024, 48 persen di antaranya adalah kasus sifilis. “2.191 kasus sifilis,” tambahnya.
Meskipun tidak merinci secara spesifik, Ina menyebut tiga wilayah dengan tingkat kasus sifilis tertinggi adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Bali, yang mayoritas berasal dari kota besar.
Faktor Peningkatan Kasus
Salah satu faktor penyebab meningkatnya angka kasus sifilis ini dikaitkan dengan bertambahnya jumlah tes yang dilakukan. “Jumlah tes terhadap penyakit-penyakit tersebut meningkat,” ungkap Ina.
Walaupun demikian, Ina enggan menjelaskan faktor-faktor lain yang mungkin berkontribusi pada lonjakan ini dan berpendapat, “Biarkan pihak yang lebih berwenang.”
Pentingnya edukasi kesehatan yang tepat kepada masyarakat juga ditekankan oleh Ina agar mereka dapat memahami bahaya dari infeksi menular seksual.
Data Perkembangan Infeksi Menular Seksual
Data mengenai infeksi menular seksual (IMS) di Indonesia untuk rentang usia 15-19 tahun menunjukkan penambahan yang signifikan. Pada tahun 2022 terdapat 2.569 kasus, meningkat menjadi 3.222 kasus pada tahun 2023, dan 4.589 kasus pada tahun 2024.
Untuk jumlah tes yang dilakukan pada semua usia, data menunjukkan peningkatan dari 80.574 tes di tahun 2022, menjadi 158.378 tes di tahun 2023, dan melonjak menjadi 291.672 tes di tahun 2024.
Angka-angka ini menunjukkan pentingnya upaya yang lebih besar dalam pencegahan dan pengendalian IMS, terutama terhadap stigma yang sering menghalangi remaja untuk mencari bantuan.